Assalamualaikum

Selamat datang di blog saya, terimakasih atas kunjungan anda. Semoga bermanfaat...

Rabu, 30 Mei 2012

Jawaban Ujian Semester Matkul Kepemimpinan Th. 2011


Nama  : Puji Rahayu
NIM    : 10402244022
Prodi   : P. ADP / B
Dosen : F. Winarni, M. Si.


1.    Kepemimpinan Transformasional adalah pendekatan kepemimpinan dengan melakukan usaha mengubah kesadaran, membangkitkan semangat dan mengilhami bawahan atau anggota organisasi untuk mengeluarkan usaha ekstra dalam mencapai tujuan organisasi, tanpa merasa ditekan atau tertekan.
Seorang pemimpin dikatakan bergaya transformasional apabila dapat mengubah situasi, mengubah apa yang biasa dilakukan, bicara tentang tujuan yang luhur, memiliki acuan nilai kebebasan, keadilan dan kesamaan.

Target dari kepemimpinan Transformasional ialah mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi serta membuat bawahan melihat bahwa tujuan organisasi yang mau dicapai lebih dari sekedar kepentingan pribadinya.

Contoh tope kepemimpinan transformasional ialah tipe pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Tipe pemimpin ini mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.

2.    Aspek-aspek kepemimpinan
Pada umumnya dikenal 2 aspek kepemimpinan, yaitu aspek internal dan aspek eksternal yang sekaligus harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
- Aspek internal, adalah pandangan seorang pemimpin ke arah masalah masalah ketata-lembagaan yang meliputi: keadaan, gerak tuntutan, dan tujuan organisasi yang dipimpinnya.
Dalam aspek ini harus diperhatikan bahwa :
1. Pandangan pemimpin terhadap organisasi harus menyeluruh.
2. Pengambilan keputusan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tegas.

3.  Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan dilaksanakan dengan baik.
4.Hubungann dengan bawahan harus terbina baik sehingga mudah  mendapatkan dukungan dan menggerakan mereka.
- Aspek eksternal atau aspek politik, adalah pandangan seorang pemimpin yang diarahkan ke luar organisasi untuk melihat perkembangan situasi masyarakat
1. Tugas dan Sifat Kepemimpinan.
2. Tugas-tugas kepemimpinan
Tugas pokok seorang pemimpin sebenarnya telah jelas yaitu melaksanakan fungsi-fungsi managemen seperti yang telah disebutkan sebelumnya yang terdiri dari: merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi.

Terlaksananya tugas-tugas tersebut tidak dapat dicapai hanya oleh pimpinan seorang diri, tetapi dengan menggerakan orang-orang yang dipimpinnya. Agar orang-orang yang dipimpin mau bekerja secara efektif seorang pemimpin di samping harus memiliki inisiatif dan kreatif harus selalu memperhatikan hubungan manusiawi. Secara lebih terperinci tugas-tugas seorang pemimpin meliputi: pengambilan keputusan menetapkan sasaran dan menyusun kebijaksanaan, mengorganisasikan dan menempatkan pekerja, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan baik secara vertikal (antara bawahan dan atasan) maupun secara horisontal (antar bagian atau unit), serta memimpin dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan.
Berikut ini gaya – gaya yang mungkin dimiliki seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.



1)       Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Mencerminkan gambaran  manusia yang negative, pesimis dan mengecilkan hati. Pemimpin tipe ini mengeksploitir ketergantungan pengikutnya dengan cara menentukan kebijaksanaan kelompok tanpa mengkonsultasikan dahulu pada anggota kelompok. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. Lebih kepada mendikte tugas pada kelompok, menetapkan prosedur dalam mencapainya, menguji dan mengkritik anggota secara subjektif serta menganut sikap yang mngambil jarak dan formal. Perjalanan komunikasi dalam kelompok pada dasarnya dilakukan melalui pemim pin; para anggota tidak dianjurkan untuk berkomunikasi secara langsung satu sama lain
2)      2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Pandangan seorang pemimpin yang demokratis terhdap orang lain lebih optimis dan positif dibanding pemimpin otoriter. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
3)      3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi. Pemimpin non-direktif menjauhi usaha mendominasi kelompok dan mendorong anggota-anggota kelompok untuk lebih bertanggung jawab. Namun, pemimpin non-direktif melakukan hal ini dengan cara berkomunikasi dengan anggota kelompok. Bisa dikatakan, kemana arah kelompok ini akan berjalan ditentukan oleh anggotanya, bukan oleh pemimpinnya.

3.      Berikut ini metode penanganan konflik yang sering digunakan oleh pemimpin serta contoh konkritnya :
Metode untuk menangani konflik yang sering digunakan adalah pertama dengan mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik.
 Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (coolingthing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalanyang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat musuh bersama, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi musuh tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.
a. Dominasi (Penekanan) Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik,dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya tenggelam ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting). 
b.    Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengahdari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian,dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karenatidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkankedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik.
 c. Penyelesaian secara integratif
      Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadisituasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik  pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yangsunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.

                              Contoh penanganan konflik yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam mengahadapi krisis di Perusahaan Nissan :
Persaingan selalu menghasilkan pihak yang menang dengan pihak yang kalah. Perusahaan yang mampu meraih keunggulan kompetitif, maka perusahaan itulah yang keluar sebagai pemenang. Bagaimana dengan perusahaan yang kalah bersaing? Hanya ada dua pilihan, yaitu gugur dalam persaingan bisnis atau berubah, seperti ungkapan yang terkenal “Dead or Change!” Di sinilah letak peran penting seorang pemimpin. Mau dibawa berlabuh ke manakah perusahaan itu? Arah tujuan kapal tergantung oleh kapten kapal, begitu pula arah dan strategi perusahaan yang sangat tergantung peran kepemimpinan untuk mencapai tujuannya.
Peran kepemimpinan dalam kondisi krisis perusahaan dapat dilihat dari kegigihan Nissan keluar dari jurang kegagalan. Pada tahun 1998, tanda-tanda jatuhnya perusahaan otomotif raksasa Jepang itu semakin Nampak jelas. Para petinggi Nissan sudah tidak berdaya menghadapi persaingan bisnis saat itu, ditambah lagi timbunan hutang yang menggunung sekitar puluhan miliar US Dollar. Ketika kondisi darurat seperti itu, dewi fortuna masih berpihak pada Nissan. Perusahaan otomotif dari Perancis, Renault sepakat membeli 37 persen saham Nissan dengan satu syarat yaitu menempatkan salah satu utusannya sebagai CEO di Nissan. Dialah Carlos Ghosn, tokoh dibalik revolusi Nissan menggebrak kembali pasar global.
Setibanya di Jepang, Ghosn segera menentukan langkah kunci yang terdiri dari tiga langkah. Langkah awal Ghosn ialah membangun kepercayaan bangkit untuk berubah pada setiap pekerja di saat darurat itu. Laporan-laporan menunjukkan fakta bahwa Nissan telah benar-benar berada di puncak kegagalan. Tidak ada jalan lain lagi bagi Nissan selain bangkit untuk berubah. Perubahan yang dilakukan harus berdasarkan visi ke depan untuk menembus pasar global masa depan, serta penerapan yang tegas atas strategi-strategi perusahaan yang telah disusun.
Langkah kedua, Ghosn menyusun dua strategi dalam suatu rencana yang dia sebut Nissan Recovery Plan. Strategi pertama yaitu segera melakukan revitalisasi produk-produk baru Nissan. Proses pengembangan produk-produk baru harus dipercepat. Untuk menjalankan strategi itu, Nissan merekrut Shiro Nakamura, desainer mobil ternama di Jepang. Di sisi lain, strategi kedua yaitu melakukan efisiensi biaya sebesar-besarnya. Menutup pabrik-pabrik operasional yang dianggap kurang begitu mendesak, dan pengalihan operasional untuk lebih terfokus pada operasional sentral.
Langkah ketiga Ghosn untuk menyempurnakan tahapan strateginya ialah membentuk tim inti yang langsung dipimpin olehnya. Tugas tim inti sangan jelas dan tegas, yaitu memastikan bahwa Recovery Plan dapat diimplementasikan secara optimal. Bagaimana pun sempurnanya rencana yang disusun harus disertai implementasi yang tegas. Di sini letak vital peran Ghosn untuk kembali mengangkat kebesaran Nissan di pasar otomotif global.
Kerja keras dalam misi yang hampir mustahil itu berbuah manis pada tahun 2001 dan tahun-tahun berikutnya. Sang raksasa telah bangkit dengan menunjukkan prestasi demi prestasi. Tahun 2005 produk andalannya Nissan X-Trail melenggang menjadi primadona di pasar otomotif global. Diikuti Nissan Grand Livina yang juga booming pada tahun 2007. Dibalik kesuksesan demi kesuksesan Nissan, ialah peran Charles Ghosn yang membawa Nissan keluar dari jurang kebangkrutan. Kepemimpinan yang dimiliki dengan keyakinan penuh menghadapi situasi krisis mampu mendorong kinerja optimal setiap pekerjanya untuk mencapai visi Nissan yang besar dengan implementasi yang tegas. Itulah peran kepemimpinan Carlos Ghosn dalam drama heroik untuk kembali mengibarkan kejayaan Nissan di pentas global.
Jadi Peran kepemimpinan sangat vital dalam strategi perusahaan menghadapi masa krisis, dengan visi ke depan sebagai arah perusahaan disertai penerapan yang tegas untuk kembali meraih keunggulan bisnis.

4.      Gaya kepemimpinan yang efektif dalam aktivitas pengambilan keputusan dimana terdapat suatu kondisi para karyawan yang belum begitu lama direkrut dan kurang paham tentang tugas yang menjadi tanggung jawabnya yaitu dengan gaya kepemimpinan otoriter. Pemimpin yang kompeten dan pelatih yang baik. Karyawan termotivasi untuk belajar keterampilan baru. Situasi adalah lingkungan baru bagi karyawan.
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil.

5.  Teori kepemimpinan dengan model jalur tujuan (path-goal theory) yang dikembangkan oleh Robert House yaitu teori tentang kepemimpinan yang meneliti bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Istilah jalur tujuan diturunkan dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif menjelaskan jalur (path) untuk membantu pengikut mereka berangkat dari mana mereka berada menuju pencapaian tujuan kerja mereka dan melakukan perjalanan sepanjang jalur secara lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan perangkap.

6. Hal – hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin untuk dapat menentukan teknik dan strategi yang tepat dalam pembinaan awal bawahannya ialah seorang pemimpin sebaiknya mampu menjalin kedekatan dengan bawahannya tanpa menghilangkan batasan – batasan yang sewajarnya  berlaku antara seorang pimpinan dengan bawahannya.
Teknik dan strategi tersebut misalnya seorang pimpinan perlu mencari cara guna menimbulkan semangat kerja para karyawan. Hal itu penting, sebab semangat kerja mencerminkan kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan sehingg pekerjaan lebih cepat dapat diselesaikan dan hasil yang lebih baik dapat dicapai.
Semangat kerja sangat penting bagi organisasi karena :
 (1) Semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas,
(2) Dengan semangat kerja yang tinggi dari buruh dan karyawan maka pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan kepadanya akan akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat atau lebih cepat,
 (3)  Dengan semangat kerja yang tinggi pihak organisasi memperoleh keuntungan dari sudut kecilnya angka kerusakan karena semakin tidak puas dalam bekerja, semakin tidak bersemangat dalam bekerja, maka semakin besar angka kerusakan,
(4) Semangat kerja yang tinggi otomatis membuat karyawan akan merasa senang bekerja sehingga kecil kemungkinan karyawan akan pindah bekerja ke tempat lain,
(5) Semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan karena karyawan yang mempunyai semangat kerja tinggi cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada (Tohardi, 2002).

7. Menurut Kartini Kartono (1994:140) bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari :
a.       Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
b.      Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
c.       Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
d.      Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikasi.
Menurut Paul Hersey dan Ken. Blanchard, seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.   Tingkat kematangan M1 (Tidak mampu dan tidak ingin) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan, mengistruksikan secara spesifik.
2. Tingkat kematangan M2 (tidak mampu tetapi mau), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk.
3.    Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Partisipatif, yaitu Saling bertukar Ide & beri kesempatan untuk  mengambil keputusan.
4.  Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas dan wewenang dengan menerapkan system control yang baik.

Bagaimana cara kita memimpin haruslah dipengaruhi oleh kematangan orang yang kita pimpin supaya       tenaga kepemimpinan kita efektif dan juga pencapaian hasil optimal.
Gaya kepemimpinan guru yang tepat digunakan dalam proses belajar mengajar ialah pendekatan gaya kepemimpinan situasional. Pendekatan situasional contingency mengambarkan gaya kepemimpinan yang digunakan adalah tergantung pada faktor situasi kelas, kondisi pesera didiknya baik itu tingkat kecerdasannya maupun latar belakang keluarganmya, dll. Dengan demikian gaya kepemimpinan cenderung berubah-ubah dari situasi ke situasi lain karena pokok bahasan akan berorientasi pada masalah situasional leadership (kepemimpinan situasional).
Misalnya saja apabila seorang guru yang mengajar murid-muridnya antara siswa satu dengan yang lainnya perlu adanya pemahaman dan pengertian yang berbeda, hal tersebut karena mungkin saja tingkat kecerdasan antara siswa satu dengan lainnya juga berdeda. Maka menjadi seorang guru perlu mendalami dan menyelami kondisi dari masing – masing muridnya agar apa yang menjadi target mengajarnya tercapai.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar