Nama : Puji Rahayu
NIM : 10402244022
Prodi : P. ADP / B
Dosen : F. Winarni, M. Si.
1. Kepemimpinan
Transformasional
adalah pendekatan kepemimpinan dengan melakukan usaha mengubah kesadaran,
membangkitkan semangat dan mengilhami bawahan atau anggota organisasi untuk
mengeluarkan usaha ekstra dalam mencapai tujuan organisasi, tanpa merasa
ditekan atau tertekan.
Seorang pemimpin dikatakan bergaya transformasional
apabila dapat mengubah situasi, mengubah apa yang biasa dilakukan, bicara
tentang tujuan yang luhur, memiliki acuan nilai kebebasan, keadilan dan
kesamaan.
Target dari
kepemimpinan Transformasional ialah mendefinisikan, mengkomunikasikan
dan mengartikulasikan visi organisasi serta membuat bawahan melihat bahwa tujuan organisasi yang mau dicapai lebih
dari sekedar kepentingan pribadinya.
Contoh tope
kepemimpinan transformasional ialah tipe pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral
dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Tipe pemimpin ini mempunyai kemampuan
untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi
kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka
butuhkan.
2.
Aspek-aspek kepemimpinan
Pada
umumnya dikenal 2 aspek kepemimpinan, yaitu aspek internal dan aspek eksternal
yang sekaligus harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
- Aspek internal, adalah
pandangan seorang pemimpin ke arah masalah masalah ketata-lembagaan yang
meliputi: keadaan, gerak tuntutan, dan tujuan organisasi yang dipimpinnya.
Dalam aspek ini harus diperhatikan bahwa :
1. Pandangan pemimpin terhadap organisasi harus menyeluruh.
2. Pengambilan keputusan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tegas.
3. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
kepada bawahan dilaksanakan dengan baik.
4.Hubungann dengan
bawahan harus terbina baik sehingga mudah mendapatkan dukungan dan menggerakan mereka.
-
Aspek eksternal atau aspek politik, adalah pandangan seorang pemimpin yang
diarahkan ke luar organisasi untuk melihat perkembangan situasi masyarakat
1.
Tugas dan Sifat Kepemimpinan.
2. Tugas-tugas
kepemimpinan
Tugas
pokok seorang pemimpin sebenarnya telah jelas yaitu melaksanakan fungsi-fungsi
managemen seperti yang telah disebutkan sebelumnya yang terdiri dari:
merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi.
Terlaksananya
tugas-tugas tersebut tidak dapat dicapai hanya oleh pimpinan seorang diri,
tetapi dengan menggerakan orang-orang yang dipimpinnya. Agar orang-orang yang
dipimpin mau bekerja secara efektif seorang pemimpin di samping harus memiliki
inisiatif dan kreatif harus selalu memperhatikan hubungan manusiawi. Secara
lebih terperinci tugas-tugas seorang pemimpin meliputi: pengambilan keputusan
menetapkan sasaran dan menyusun kebijaksanaan, mengorganisasikan dan
menempatkan pekerja, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan baik secara vertikal
(antara bawahan dan atasan) maupun secara horisontal (antar bagian atau unit),
serta memimpin dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan.
Berikut ini gaya – gaya yang mungkin
dimiliki seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.
1)
Gaya
Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang
memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri
secara penuh. Mencerminkan gambaran manusia yang negative, pesimis dan
mengecilkan hati. Pemimpin tipe ini mengeksploitir ketergantungan pengikutnya
dengan cara menentukan kebijaksanaan kelompok tanpa mengkonsultasikan dahulu
pada anggota kelompok. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh
si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan
tugas yang telah diberikan. Lebih kepada mendikte tugas pada kelompok,
menetapkan prosedur dalam mencapainya, menguji dan mengkritik anggota secara
subjektif serta menganut sikap yang mngambil jarak dan formal. Perjalanan
komunikasi dalam kelompok pada dasarnya dilakukan melalui pemim pin; para
anggota tidak dianjurkan untuk berkomunikasi secara langsung satu sama lain
2)
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis /
Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis
adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan.
Pandangan seorang pemimpin yang demokratis terhdap orang lain lebih optimis dan
positif dibanding pemimpin otoriter. Setiap ada permasalahan selalu
mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan
demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung
jawab para bawahannya.
3)
3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire
Pemimpin jenis ini hanya
terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif
menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi. Pemimpin non-direktif
menjauhi usaha mendominasi kelompok dan mendorong anggota-anggota kelompok
untuk lebih bertanggung jawab. Namun, pemimpin non-direktif melakukan hal ini
dengan cara berkomunikasi dengan anggota kelompok. Bisa dikatakan, kemana arah
kelompok ini akan berjalan ditentukan oleh anggotanya, bukan oleh pemimpinnya.
3.
Berikut ini
metode penanganan konflik yang sering digunakan oleh pemimpin serta contoh
konkritnya :
Metode untuk menangani konflik yang
sering digunakan adalah pertama dengan
mengurangi konflik; kedua
dengan menyelesaikan konflik.
Untuk metode
pengurangan konflik salah satu cara yang
sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu
(coolingthing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum
menyentuh persoalanyang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh
bersama”, sehingga
para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut.
Cara semacam ini sebenarnya juga hanya
mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang
mengalami konflik.
Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara
yang ditempuh adalah dengan mendominasi
atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.
a. Dominasi (Penekanan) Dominasi dan
penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik,dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang
menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa
memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan
sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).
b. Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang
di tengahdari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih
memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak
yang berkonflik,
karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian,dipandang
dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik,
karenatidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk
menyenangkankedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik.
c. Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara
integratif, konflik antar kelompok diubah menjadisituasi pemecahan persoalan
bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan
masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba
memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik
atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi
organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena
kurang adanya kemauan yangsunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan
yang menimbulkan persoalan.
Contoh
penanganan konflik yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam mengahadapi
krisis di Perusahaan Nissan :
Persaingan selalu
menghasilkan pihak yang menang dengan pihak yang kalah. Perusahaan yang mampu meraih
keunggulan kompetitif, maka perusahaan itulah yang keluar sebagai pemenang.
Bagaimana dengan perusahaan yang kalah bersaing? Hanya ada dua pilihan, yaitu
gugur dalam persaingan bisnis atau berubah, seperti ungkapan yang terkenal
“Dead or Change!” Di sinilah letak peran penting seorang pemimpin. Mau dibawa
berlabuh ke manakah perusahaan itu? Arah tujuan kapal tergantung oleh kapten
kapal, begitu pula arah dan strategi perusahaan yang sangat tergantung peran
kepemimpinan untuk mencapai tujuannya.
Peran kepemimpinan
dalam kondisi krisis perusahaan dapat dilihat dari kegigihan Nissan keluar dari
jurang kegagalan. Pada tahun 1998, tanda-tanda jatuhnya perusahaan otomotif
raksasa Jepang itu semakin Nampak jelas. Para petinggi Nissan sudah tidak
berdaya menghadapi persaingan bisnis saat itu, ditambah lagi timbunan hutang
yang menggunung sekitar puluhan miliar US Dollar. Ketika kondisi darurat
seperti itu, dewi fortuna masih berpihak pada Nissan. Perusahaan otomotif dari
Perancis, Renault sepakat membeli 37 persen saham Nissan dengan satu syarat
yaitu menempatkan salah satu utusannya sebagai CEO di Nissan. Dialah Carlos
Ghosn, tokoh dibalik revolusi Nissan menggebrak kembali pasar global.
Setibanya di
Jepang, Ghosn segera menentukan langkah kunci yang terdiri dari tiga langkah.
Langkah awal Ghosn ialah membangun kepercayaan bangkit untuk berubah pada
setiap pekerja di saat darurat itu. Laporan-laporan menunjukkan fakta bahwa
Nissan telah benar-benar berada di puncak kegagalan. Tidak ada jalan lain lagi
bagi Nissan selain bangkit untuk berubah. Perubahan yang dilakukan harus
berdasarkan visi ke depan untuk menembus pasar global masa depan, serta
penerapan yang tegas atas strategi-strategi perusahaan yang telah disusun.
Langkah kedua,
Ghosn menyusun dua strategi dalam suatu rencana yang dia sebut Nissan Recovery
Plan. Strategi pertama yaitu segera melakukan revitalisasi produk-produk baru
Nissan. Proses pengembangan produk-produk baru harus dipercepat. Untuk
menjalankan strategi itu, Nissan merekrut Shiro Nakamura, desainer mobil
ternama di Jepang. Di sisi lain, strategi kedua yaitu melakukan efisiensi biaya
sebesar-besarnya. Menutup pabrik-pabrik operasional yang dianggap kurang begitu
mendesak, dan pengalihan operasional untuk lebih terfokus pada operasional
sentral.
Langkah ketiga
Ghosn untuk menyempurnakan tahapan strateginya ialah membentuk tim inti yang
langsung dipimpin olehnya. Tugas tim inti sangan jelas dan tegas, yaitu
memastikan bahwa Recovery Plan dapat diimplementasikan secara optimal. Bagaimana pun sempurnanya rencana yang
disusun harus disertai implementasi yang tegas. Di sini letak vital peran Ghosn
untuk kembali mengangkat kebesaran Nissan di pasar otomotif global.
Kerja keras dalam
misi yang hampir mustahil itu berbuah manis pada tahun 2001 dan tahun-tahun
berikutnya. Sang raksasa telah bangkit dengan menunjukkan prestasi demi
prestasi. Tahun 2005 produk andalannya Nissan X-Trail melenggang menjadi
primadona di pasar otomotif global. Diikuti Nissan Grand Livina yang juga
booming pada tahun 2007. Dibalik kesuksesan demi kesuksesan Nissan, ialah peran
Charles Ghosn yang membawa Nissan keluar dari jurang kebangkrutan. Kepemimpinan
yang dimiliki dengan keyakinan penuh menghadapi situasi krisis mampu mendorong
kinerja optimal setiap pekerjanya untuk mencapai visi Nissan yang besar dengan
implementasi yang tegas. Itulah peran kepemimpinan Carlos Ghosn dalam drama
heroik untuk kembali mengibarkan kejayaan Nissan di pentas global.
Jadi Peran
kepemimpinan sangat vital dalam strategi perusahaan menghadapi masa krisis,
dengan visi ke depan sebagai arah perusahaan disertai penerapan yang tegas
untuk kembali meraih keunggulan bisnis.
4.
Gaya kepemimpinan
yang efektif dalam aktivitas pengambilan keputusan dimana terdapat suatu
kondisi para karyawan yang belum begitu lama direkrut dan kurang paham tentang
tugas yang menjadi tanggung jawabnya yaitu dengan gaya kepemimpinan otoriter. Pemimpin yang
kompeten dan pelatih yang baik. Karyawan
termotivasi untuk belajar keterampilan baru. Situasi
adalah lingkungan baru bagi karyawan.
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di
pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah
pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak
ada alasan, yang ada adalah hasil.
5. Teori
kepemimpinan dengan model jalur tujuan (path-goal theory) yang dikembangkan
oleh Robert House yaitu teori tentang kepemimpinan yang meneliti bagaimana
perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Istilah jalur
tujuan diturunkan dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif menjelaskan jalur
(path) untuk membantu pengikut mereka berangkat dari mana mereka berada menuju pencapaian tujuan kerja mereka dan melakukan
perjalanan sepanjang jalur secara lebih mudah dengan mengurangi hambatan
dan perangkap.
6. Hal – hal
yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin untuk dapat menentukan teknik dan
strategi yang tepat dalam pembinaan awal bawahannya ialah seorang pemimpin
sebaiknya mampu menjalin kedekatan dengan bawahannya tanpa menghilangkan
batasan – batasan yang sewajarnya
berlaku antara seorang pimpinan dengan bawahannya.
Teknik dan strategi tersebut misalnya
seorang pimpinan perlu mencari cara guna menimbulkan semangat
kerja para karyawan. Hal itu penting, sebab semangat kerja mencerminkan kesenangan
yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan sehingg pekerjaan
lebih cepat dapat diselesaikan dan hasil yang lebih baik
dapat
dicapai.
Semangat kerja sangat penting bagi organisasi karena :
(1) Semangat
kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas,
(2) Dengan semangat kerja yang tinggi dari buruh dan karyawan maka pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan kepadanya akan akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat atau lebih cepat,
(3) Dengan semangat
kerja yang tinggi pihak organisasi memperoleh
keuntungan dari sudut kecilnya angka kerusakan karena semakin tidak puas dalam bekerja, semakin tidak bersemangat dalam bekerja, maka semakin besar angka kerusakan,
(4) Semangat kerja yang tinggi
otomatis membuat karyawan akan merasa
senang bekerja sehingga kecil kemungkinan
karyawan akan pindah bekerja ke tempat lain,
(5) Semangat kerja yang tinggi
dapat mengurangi angka kecelakaan karena karyawan yang mempunyai semangat kerja tinggi cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada (Tohardi, 2002).
7. Menurut Kartini Kartono
(1994:140) bahwa sumber kekuasaan
seorang pemimpin dapat berasal dari :
a. Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
b. Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga
mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
c. Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman
yang luas;
d.
Memiliki
kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikasi.
Menurut
Paul Hersey dan Ken. Blanchard, seorang pemimpin harus memahami kematangan
bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan.
Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kematangan M1 (Tidak mampu
dan tidak ingin) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin
bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan memberitahukan,
menunjukkan, mengistruksikan secara spesifik.
2. Tingkat kematangan M2 (tidak mampu
tetapi mau), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan
adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan Menjual, Menjelaskan, Memperjelas,
Membujuk.
3.
Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi
tidak mau/ragu-ragu) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini
adalah Gaya Partisipatif, yaitu Saling bertukar Ide & beri kesempatan untuk
mengambil keputusan.
4. Tingkat kematangan M4 (Mampu dan
Mau) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas
dan wewenang dengan menerapkan system control yang baik.
Bagaimana cara kita memimpin
haruslah dipengaruhi oleh kematangan orang yang kita pimpin supaya tenaga
kepemimpinan kita efektif dan juga pencapaian hasil optimal.
Gaya kepemimpinan guru yang tepat
digunakan dalam proses belajar mengajar ialah pendekatan gaya kepemimpinan situasional. Pendekatan
situasional contingency mengambarkan
gaya kepemimpinan yang digunakan adalah tergantung pada faktor situasi kelas,
kondisi pesera didiknya baik itu tingkat kecerdasannya maupun latar belakang keluarganmya,
dll. Dengan demikian gaya kepemimpinan cenderung berubah-ubah dari situasi ke
situasi lain karena pokok bahasan akan berorientasi pada masalah situasional leadership (kepemimpinan situasional).
Misalnya saja
apabila seorang guru yang mengajar murid-muridnya antara siswa satu dengan yang
lainnya perlu adanya pemahaman dan pengertian yang berbeda, hal tersebut karena
mungkin saja tingkat kecerdasan antara siswa satu dengan lainnya juga berdeda.
Maka menjadi seorang guru perlu mendalami dan menyelami kondisi dari masing –
masing muridnya agar apa yang menjadi target mengajarnya tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar